claim bonus ondel4d

erek-erek 23 - Said Abdullah: Pilkada Kontestasi Demokratis, Bukan Permusuhan Politik

2024-10-08 01:49:35

erek-erek 23,build mm tersakit,erek-erek 23Jakarta, CNN Indonesia--

Ketua DPP PDI-Perjuangan, Said Abdullah menegaskan, kerja sama politik dalam Pilkada harus dipahami sebagai sebuah kontestasi demokratis, bukan ajang permusuhan.

Demikian disampaikan Said menjawab berbagai pertanyaan mengenai daerah-daerah di mana calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusung oleh PDI-P dianggap berhadapan dengan calon-calon dari Koalisi Indonesia Maju (KIM).

"Kita harus melihat bahwa kerja sama politik dalam pilkada harus kita maknai sebagai kontestasi demokratis, bukan sebuah permusuhan politik. Cara pandang ini harus klir lebih dulu," kata Said dikutip Senin (23/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Said, Pilkada merupakan jalur demokratis dan konstitusional untuk memilih pemimpin daerah. Setelah Pilkada usai, pihak-pihak yang sebelumnya berkompetisi seharusnya dapat bersatu kembali dan bekerja sama untuk membangun daerah sesuai peran masing-masing.

Said menambahkan bahwa terbentuknya kerja sama politik dalam Pilgub di sejumlah daerah oleh KIM, atau bahkan KIM Plus, harus dilihat dalam konteks politik pasca-Pilpres dan sebelum munculnya Putusan MK No. 60 pada 20 Agustus 2024.

"Kalau saya baca, saat itu memang ada sejumlah keinginan dari sejumlah elit politik yang ingin mengulang kesuksesan pada pilpres dalam pilkada. Namun setelah munculnya Putusan MK No. 60 tahun 2024, dan munculnya sejumlah figur calon kepala daerah, peta politik telah berubah," ujarnya.

Ia mencontohkan pemilihan gubernur Jakarta, di mana rencana awal untuk menggeser Ridwan Kamil dari Jawa Barat ke Jakarta, dengan tujuan menghadapi atau seakan-akan menghadang Anies Baswedan, berubah dengan munculnya sosok Pramono Anung.

"Figur Mas Pram menjadi titik temu antara Pak Jokowi, Pak Prabowo dan Ibu Mega. Fakta politik baru inilah yang harus kita cermati, agar tidak semata mata terpaku pada kerjasama politik formalistik," katanya.

Demikian juga dengan munculnya figur Andika Perkasa di Jawa Tengah. Apapun itu, Andika itu pernah menjadi "simbol" karena pernah menjabat pucuk pimpinan TNI. Latar belakangnya juga tidak bisa dianggap remeh.

"Saya kira situasi ini juga mengubah peta Pilkada di Jawa Tengah. Apalagi Pak Andika juga berhubungan baik dengan Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Bahkan Pak Andika pernah menjadi pembantu Pak Jokowi saat menjabat Komandan Paspampres yang menjaga 24 jam Pak Jokowi saat bertugas ataupun tidak bertugas," ujarnya.

Dengan demikian, Said menekankan kontestasi Pilkada adalah soal figur yang 'dijual' kepada rakyat, figur yang mencakup prestasi, rekam jejak, kemampuan komunikasi politik dengan pemilih, strategi pemenangan, dukungan logistik, dan jaringan sosial.

"Tidak bermaksud mengerdilkan partai partai pengusung, namun apapun itu, pemilih tetap melihat figur yang di usungnya," katanya.

Selanjutnya, kata Said, dalam survei sering muncul fenomena split ticket voting, di mana pendukung partai A bisa saja memilih kandidat dari partai B karena dianggap lebih memenuhi harapan mereka.

"Faktor split ticket voting dalam pilkada ini cukup besar. Sebab belum tentu aras elit sejalan dengan aspirasi grassrootnya, mempertimbangkan situasi seperti ini, saya kira pilkada akan semakin dinamis. Dengan demikian kita tidak bisa terpaku hanya formalitas kerja sama politik," ujarnya.

(inh)