claim bonus ondel4d

angka buaya - Bankir Beberkan Bukti Kelas Menengah RI Makin Susah!

2024-10-08 04:11:55

angka buaya,premier88,angka buaya

Jakarta, CNBC Indonesia- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah rentan 'turun kasta' ke kelas menengah rentan hingga kelompok rentan miskin. Pada 2019 lalu, Indonesia memiliki 53,33 juta penduduk kelas menengah atau sebanyak 21,45%, jumlah itu telah turun menjadi 47,85 juta pada 2024 atau tersisa 17,13%.

Penurunan tersebut disebabkan oleh tekanan harga hingga perubahan gaya hidup. Padahal, kelas menengah memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dari sisi konsumsi.

Transaksi perbankan pun ikut terdampak dari tren penurunan daya beli kelas menengah, seperti terlihat transaksi QRIS yang melandai di beberapa bank.

Di Bank Jatim (BJTM) misalnya, transaksi QRIS sejak Juni hingga Agustus 2024 tercatat anjlok. Direktur Utama Bank Jatim Busrul Iman memaparkan nominal transaksi di QRIS Merchant mencapai Rp176,30 miliar pada Juni 2024. Jumlah itu kemudian turun menjadi Rp127,91 miliar pada Juli, dan hanya naik tipis Rp130,51 miliar pada Agustus.

"Dari data yang ada menunjukkan transaksi QRIS mulai bulan Juni sampai dengan Agustus 2024 memang mengalami penurunan yang cukup tajam, namun bila ditarik 8 bulan terakhir tetap mengalami peningkatan," ujar Busrul saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (5/9/2024).

Nominal QRIS Merchant Bank Jatim bulan Agustus memang bertumbuh jika dibandingkan dengan nominal Januari, yang sebesar Rp76,11 miliar. Namun, tren penurunan transaksi QRIS ini terjadi mulai bulan Juni hingga Agustus, berbarengan dengan deflasi inti yang terjadi selama empat bulan beruntun sejak Mei.

Meskipun demikian, Busrul menyampaikan bahwa transaksi melalui tabungan digital Bank Jatim, J Connect mobile dan kartu debit relatif masih tumbuh positif.

Sementara itu, Bank Oke Indonesia (DNAR) atau OK Bank Indonesia mengalami penurunan pada tabungan yang terhimpun. Direktur Kepatuhan OK Bank Efdinal Alamsyah menyampaikan bahwa tabungan yang terhimpun turun sekitar 12% secara tahunan atau year on year (yoy) per 4 September 2024.

Menurut Efdinal, menurunnya daya beli membuat nasabah mengalihkan pengeluaran mereka ke kebutuhan dasar atau barang yang lebih esensial.

"Ini bisa tercermin dari perubahan pola transaksi, misal penurunan pada transaksi di kategori seperti hiburan atau restoran, sementara ada peningkatan dalam kategori seperti bahan makanan atau kebutuhan rumah tangga," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (6/9/2024).

Sementara BJB (BJBR), mengatakan dampak dari tren penurunan konsumsi kelas menengah membuat nilai transaksi nasabah menurun. Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi mengatakan frekuensi transaksi di BPD pentolan itu masih bertumbuh, tetapi nilainya telah menurun.

"Mengenai tren konsumsi pada kelas menengah ini melalui transaksi channel elektronik khususnya secara tren kami melihat dari sisi frekuensi masih bertumbuh, namun yang menjadi perhatian adalah value yang diperoleh atas nilai uang yang ditransaksikan," kata Yuddy saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (5/9/2024).

Baca:
Daftar 10 Saham RI dengan Kapitalisasi Pasar Terbesar, BBCA Bukan No 1

Misalkan, katanya, nasabah dalam kesehariannya menghabiskan Rp100 ribu rupiah untuk membeli 10 barang, kini yang dihabiskan dengan nominal yang sama, hanya untuk 8-9 barang saja.

"Artinya bukan dari jumlah nilai uang yang dihabiskan, tetapi dari daya beli uang tersebut, inflasi dan daya beli telah menekan daya beli," jelas Yuddy.

Bank swasta terbesar RI, BCA (BBCA) juga tak terelakkan dari penurunan kelas menengah. Meskipun Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa tren tersebut tidak berpengaruh pada transaksi QRIS atau debit, ia mengakui bahwa kredit retail terdampak.

"So far kredit retail yang lebih berat," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (6/9/2024).

Meskipun begitu, Jahja mengatakan kredit konsumsi seperti kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) di BCA tetap bertumbuh karena bunga yang murah.

"Naik, KPR dan KKB bagus karena bunga murah," katanya.

Direktur BJTM Busrul memperkirakan kredit konsumsi masih dapat tumbuh positif hingga akhir tahun. "Dari skim kredit konsumsi, secara yoy masih mampu tumbuh positif di kisaran 7%, terutama secara nominal ditopang oleh kredit multiguna (pegawai/ASN). Perkiraan akhir tahun masih mampu tumbuh dibawah 10% secara yoy," terang Busrul.


(mkh/mkh) Saksikan video di bawah ini:

Video: Perkuat Bisnis Konsumer, Bank "Incar" Nasabah Gen Z & Milenial

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Video: Penyebab UMKM Banyak 'Mati' & Daya Beli Kelas Menengah Merosot!