japanese restaurant pik - Konsumsi Obat Kejiwaan Meningkat di Kalangan Mahasiswa, Cek Sebabnya
2024-10-09 23:09:53
Sebuah studi terbaru mengungkap konsumsi obat kejiwaanuntuk kesehatan mentalmeningkat di kalangan mahasiswa doktoral. Apa penyebabnya?
Penelitian ini diterbitkan di laman jurnal Nature Medicine baru-baru ini berdasar studi sekelompok ahli dari Departemen Ekonomi Universitas Lund.
Dalam studi ini, para peneliti membandingkan data mahasiswa S3 dan mahasiswa jenjang pendidikan S2 yang menjalani terapi pengobatan untuk kesehatan mental. Dengan menggunakan acuan data kependudukan Swedia antara 2006-2017, peneliti mendapati lebih dari 20.000 individu terdaftar sebagai mahasiswa program doktoral di Swedia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ketika studi doktoral dimulai, penggunaan obat psikiatris mahasiswa PhD meningkat signifikan. Tren peningkatan ini berlanjut sepanjang studi PhD, dengan perkiraan menunjukkan peningkatan sebesar 40 persen pada tahun kelima dibandingkan dengan tingkat pra-PhD.
Setelah tahun kelima, yang merupakan durasi rata-rata studi PhD dalam studi ini, nampak penurunan konsumsi obat psikiatris. Mahasiswa doktoral memiliki kemungkinan hingga 150-175 persen lebih besar untuk dirawat di rumah sakit setelah memulai program.
Studi ini diselenggarakan untuk mengetahui seperti apa dampak dari pendidikan pasca-sarjana terhadap kesehatan mental mahasiswa sekaligus memberi gambaran apa saja risiko jika seseorang tetap ingin melanjutkan pilihan karir dan studinya melalui jenjang pendidikan S3.
Lihat Juga :Konsumsi 7 Makanan Ini untuk Mengurangi Gejala Depresi |
Bukan cuma seleksi akademik
Apakah studi ini juga valid di luar AS - jawabannya menurut tim peneliti: ya. Jika dibandingkan dengan angka kesakitan akibat gangguan kesehatan mental pada level doktoral di negara maju lainnya, skala Swedia dianggap mendekati.
Misalnya, dari survey terdahulu di AS, data mahasiswa doktoral yang menerima perawatan psikiatrik mencapai hampir 15 persen untuk mahasiswa Ekonomi dan 10-13,5 persen untuk mahasiswa Ilmu Politik, sementara di Swedia data rata-rata untuk semua bidang ilmu mencapai 13,5 persen.
Dengan studi ini diharapkan pihak terkait, baik di kampus, pemerintah maupun calon mahasiswa S3 dapat menimbang kebijakan dan opsi terbaik dalam menyelenggarakan jenjang pendidikan tingkat doktoral. Misalnya memikirkan model pendidikan yang lebih berimbang antara tekanan kerja dan kehidupan sosial (work-life balance) hingga penyediaan fasilitas kesehatan mental yang lebih mudah diakses bagi para mahasiswa.
Pada saat yang sama, dengan temuan ini dapat juga disimpulkan bahwa seleksi menjadi mahasiswa S3 seyogyanya tak hanya didasarkan pada penilaian akademik tetapi juga ketangguhan mental kandidat.
Lihat Juga :Ahli Temukan Cara Ilmiah Redakan Patah Hati, Simak Caranya |
Kaitan antara studi doktoral dan kesehatan mental sudah banyak ditunjukkan oleh berbagai penelitian dalam 10 tahun terakhir. Termasuk di antaranya yang menyebabkan aksi bunuh diri.
Sebuah studi lain menyebut bahwa perempuan yang menekuni isu sains, teknologi, matematika dan teknik lebih rentan terhadap ancaman kekerasan jiwa dibanding laki-laki saat sedang menempuh studi doktoral.
(dsf/dmi)