claim bonus ondel4d

nomor togel pintu - Bencana Kuat Diprediksi Melanda di 2050, BMKG Ungkap Penangkalnya

2024-10-09 22:16:10

nomor togel pintu,cumi cumi 2d togel,nomor togel pintu
Daftar Isi
  • Kenapa 2050?
  • 2100 bisa lebih parah
  • Apa yang bisa dilakukan?
Jakarta, CNN Indonesia--

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti bencana hidrometeorologi yang makin sering dan kuat di Indonesia dan dunia setidaknya mulai 2050 jika era pendidihan global (Global Boiling) tak direm.

"2050 ini waktunya Indonesia Emas. Gen Alpha usianya [sekitar] 40-50 [tahun]. Jika, audzubillahimindzalik, asumsi, skenario terburuk aksi iklim gagal, kita tidak hanya mengalami bencana makin sering, makin panjang, intens, makin kuat, juga kelangkaan air secara global," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam Festival Aksi Iklim Generasi Muda Indonesia 2024, di kantor BMKG, Jakarta, Selasa (20/8).

"Ini bukan wacana, angan-angan, hoaks. Datanya ada, analisisnya ada, dari kumpulan BMKG dunia, bersama FAO (Organisasi Pangan Dunia), WMO (Organisasi Meteorologi Dunia) juga proyeksikan dilanjutkan dengan krisis pangan global. Itu kalau kita gagal aksi iklim," lanjut dia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun 2023 menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan, karena peningkatan anomali suhu bumi saat itu mencapai 1,45 derajat Celsius bila dibandingkan suhu permukaan rata-rata dunia pada masa sebelum ada industri (pra-industri).

"Dunia saat ini telah berada pada era 'global boiling', bukan lagi perubahan iklim, tapi mendidihnya iklim karena saking panasnya, sebagaimana dinyatakan oleh Sekjen PBB Antonio Guterres," tutur dia.

Angka ini, lanjutnya, sangat mendekati nilai ambang batas yang disepakati dunia dalam Perjanjian Iklim Paris (2015). Yakni, 1,5 derajat C dibanding masa pra-industri yang ditoleransi terjadi pada tahun 2100.

Lihat Juga :
Jokowi Ingatkan 'Warning' PBB: Dunia Menuju Neraka Iklim, Ngeri

"Perjanjiannya [buat] di akhir abad [21] toleransi 1,5 [derajat C], tapi nanti kalau sudah 2100. Gen alpha, sekarang belasan, pada 2100 itu 80 [tahun] lebih. Kecepatan 80 sekian tahun. Kita ini nyaris melampaui ambang batas," cetus Dwikorita.

"[Terlampauinya ambang batas] kecepatan 80 sekian tahun," ujar dia.

Pada 2022, data menunjukkan kenaikan suhu mencapai 1,2 derajat C. Setahun kemudian, suhu global naik 0,25 derajat C. Kenaikan suhu semacam itu terbukti meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi, baik basah maupun kering.

"Dengan 2022, [kenaikan] 1,2 derajat [C] itu kejadian badai tropis, cuaca ekstrem, siklon, El Nino, La Nina, sesuatu yang ekstrem, gelombang atmosfer yang mengakibatkan cuaca ekstrem, seruak udara dingin, dan berbagai fenomena anomali iklim cuaca itu semakin sering terjadi saat 1,2 derajat," urainya.

Lihat Juga :
KRISIS IKLIMEl Nino dan La Nina Bertingkah Makin 'Gila' Imbas Pemanasan Global

"Bisa dibayangkan kondisinya yang baru 1,2 [derajat C] sudah sering terjadi bencana dan berbagai persoalan pangan, air, krisis air. Kalau naik 3 kali lipat itu apa yang terjadi? Sangat mengkhawatirkan," lanjut dia, yang merupakan mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Salah satu bencana alam yang disorotnya adalah banjir besar Jakarta 2020. Pada saat itu, curah hujan mencapai 170-an milimeter dalam tempo 24 jam, dengan puncak selama 5 jam.

"Harusnya ini sekian ratus tahun. Namun, belum sekian ratus tahun, [ini] lebih cepat [tercapai]," ujarnya.

2100 bisa lebih parah

BMKG menuturkan kondisi yang lebih parah mungkin terjadi di akhir abad 21 jika skenario terburuk kegagalan aksi iklim. Bentuknya, kenaikan suhu hingga 3,5 derajat C dibanding masa pra-industri.

Menurutnya, yang bakal terdampak bencana iklim parah adalah gen alpha (kelahiran 2010 hingga 2025).

"[Kenaikan] 1,2 [derajat C] saja begini, apalagi [kenaikan] 3 kali lipatnya," cetus Dwikorita, "Yang paling rentan mengalami itu ya gen alpha, yang ada di waktu itu (tahun 2100) ya, insyallah."

Sejauh ini, kata dia, kondisi pendidihan global ini tak bisa balik lagi.

"Kalau sudah naik tidak bisa balik, mungkin ada teknologi bisa diturunkan dari 1,45 [derajat C] jadi 1,2 [derajat C]. Tapi, ada teori, [kondisi] itu irreversible, tidak bisa balik lg. Itu kenapa harus ada aksi iklim," cetusnya.

Menurut dia, kondisi pemanasan global ini mesti diatasi oleh manusia sebagai pihak yang memicunya.

"Ulah siapa? Ya ulah kita sendiri," ucap dia.

"Karena gas-gas rumah kaca semakin banyak dihasilkan kegiatan manusia, yang menghambat kembalinya radiasi Matahari ke angkasa sehingga terakumulasi di dalam atmosfer, semakin naik secara akumulatif selama puluhan tahun, sehingga terjadilah pemanasan global dan pendidihan global."

Infografis Dan Bumi pun Makin PanasCara Bumi makin memanas. (CNNIndonesia/Basith Subastian)

Apa yang bisa dilakukan?

BMKG menuturkan langkah terdekat yang bisa digarap adalah menghindari penggunaan kendaraan dan aktivitas lainnya yang menghasilkan karbon atau gas rumah kaca lainnya yang mencemari atmosfer.

"Paling mudah ya mengurangi jejak karbon. Jadi kita ini kan pasti naik sepeda motor, naik mobil, sampah juga, kita membuang sampah ternyata itu juga melepas gas rumah kaca, methane, itu gas rumah kaca," jelasnya.

Dwikorita menekankan soal penggunaan kendaraan umum.

"Biasa naik sepeda motor, [jadi] naik kendaraan umum. Menggunakan mungkin kendaraan listrik misalnya, tapi paling murah kan kendaraan umum, bersama-sama, bahan bakarnya renewable," tutur dia.

Di tempat yang sama, Noer Adi Wardojo, Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menambahkan soal "tanam bibit pohon sebanyak-banyaknya."

[Gambas:Video CNN]

(tim/arh)